JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberikan pesan ‘menohok’ yang ditujukan kepada para pengkritik Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Semula, Luhut mengatakan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung banyak dikritik oleh beberapa pihak. Namun, saat ini Kereta Cepat tersebut justru banyak dinikmati oleh masyarakat luas.
“Kalau kita lihat infrastruktur banyak yang mengkritik mengenai Kereta cepat Jakarta-Bandung tidak jalan, sekarang semua orang menikmati,” ujar Luhut dalam akun instagram pribadinya, Sabtu (3/2/2024).
Meski demikian, Luhut mengaku bahwa proyek Kereta Cepat masih terdapat kekurangan dan perlu perbaikan. Pasalnya, menggarap proyek jumbo tidak semudah membalikkan telapak tangan.
“Tentu masih ada kurang di sana sini tidak mungkin itu seperti membalik tangan sendiri,” katanya.
Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) memang penuh drama. Drama antar negara ini dimulai pada awal 2015, yakni saat proyek KCJB diambil alih China dari Jepang.
Pada saat itu, China dipilih Pemerintah RI karena dianggap mampu membangun proyek KCJB dengan biaya yang murah. Awalnya, China merinci dana sebesar US$5,13 miliar atau sekitar Rp79,6 triliun (asumsi kurs saat ini Rp15.516/US$) pada proposal awal, tetapi perlahan berubah menjadi US$6,071 miliar dan melonjak lagi jadi US$7,5 miliar atau setara Rp 116,37 triliun.
Proyek ini sejak awal memang telah menimbulkan pro-kontra. Megaproyek kereta cepat di Indonesia digagas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2008. Rutenya Jakarta-Surabaya sepanjang 700 km. Agar lebih terprogram, SBY secara serius memasukkan proyek ini ke dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas).
Demi merealisasikannya, pemerintah menunjuk Japan Internasional Corporation Agency (JICA) untuk melakukan riset. Pemilihan Jepang didasarkan oleh keberhasilannya membangun kereta api cepat pertama di dunia atau shinkansen. Kemudian riset Jepang memaparkan kalau proyek membutuhkan dana Rp245 triliun.
Mengutip riset Revy Aulia berjudul Kerjasama Indonesia-Tiongkok Dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tahun 2015 pada 2019, melihat besaran angka tersebut kemudian pemerintah tidak sanggup. Alhasil, wacana kereta cepat Jakarta-Surabaya gagal.
Tak ingin menyerah Jepang lantas membuat cetak biru rancangan kereta cepat Jakarta-Bandung yang lebih dekat dan lebih hemat. Namun, cetak biru itu tidak digubris oleh SBY sampai lengser pada Oktober 2014.
Hingga akhirnya, wacana ini muncul kembali ketika Presiden Jokowi berkuasa. Tepatnya ketika ia berkunjung ke China dan merasakan langsung kereta cepat Beijing-Tianjin sepanjang 120 km dengan waktu 33 menit.
Berdasarkan arsip Detik, sejak saat itu Jokowi serius ingin menerapkannya di Indonesia. Pada 2015, China digandeng untuk melakukan riset. Kehadiran China untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung jelas mengusik Jepang yang telah lebih dulu berambisi menjalankan proyek ini. Alhasil, muncul persaingan antara dua negara tersebut.
Meski Jepang lebih dulu menggarap, iklim politik global kala itu membuat posisi China di mata Indonesia lebih menguntungkan. Saat itu, China memang sedang meluaskan sayap pengaruhnya di bidang ekonomi. Sebagai raksasa ekonomi dunia, sikap ini jelas menguntungkan bagi siapapun yang dirangkul olehnya. Jika berhasil, maka suatu negara akan kecipratan pertumbuhan ekonomi, termasuk Indonesia.
Singkat cerita, Jokowi memilih China untuk menggarap kereta cepat. Jepang kalah dan tertunduk lesu. Lalu, pada 16 Oktober 2015, terjadi Joint Venture Agreement (JVA) dengan China Railway International Co. Ltd. Kesepakatan ini membentuk perusahaan Penanaman Modal Asing bernama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang jadi pihak di balik proyek kereta cepat. (Jenny)